Mei 27, 2008

Sebiru Langit Seputih Awan

Angin malam bertiup lirih ketika menyambut kedatangan Bani di rumah Tania. Mereka duduk berduaan di depan serambi rumah seraya menikmati nuansa malam yang cukup indah namun menjemukan. Bagaima tidak? Bani hanya membisu tak ada sepatah katapun keluar dari mulut Bani. “kemana aja sih kamu beberapa hari ini Ban?”, ceplos Tania.Namun Bani seolah mendengar suara Tania sebagai bunyi radio yang asyik untuk dinikmati dengan kebisuan. Tania menjadi kesal menaggapi sikap tak acuh Bani. Dengan wajah cemberut Tania menatap munculnya ratu malam diantara gumpalan awan putih. Seminggu sebelum Bani menghilang dia rasa semuanya baik-baik saja. Tapi tidak untuk malam itu. Bani bersikap dingin dan beku. Bahkan kebiasaan Bani sebagai langganan tetap bakso mang Somad tak didapati Tania. Mang somadpun di biarkannya berlalu begitu saja.
Tania menatap lekat-lekat Bani. Aneh jika Bani berubah sikap seratus delapan puluh derajat. Bani sahabatnya yang kiyut abis yang selau melemparkan senyum mautnya kali ini menyembunyikan sejuta pesonanya. “Ban kamu percaya aku kan? Kalau kamu memang lagi ada masalah cerita ke aku. Apa ini tentang keluargamu?”, Tanya Tania berusaha menebak. Bani tak menjawab. Dia hanya mendesah panjang diantara keterdiamannya. “Ban kalau ini soal keluargamu, aku..” “ini bukan tentang keluargaku”, potong Bani spontan. “lalu..” Tanya Tania penasaran. Bani kembali terdiam tak berkomentar apa-apa. “ban aku pengen kamu jelasin ke aku ada apa sebenarnya, jangan kamu Cuma diam tanpa ngasih tahu apa-apa ke aku” protes Tania dengan nada tinggi. “aku putus dengan Hera, tahu kenapa? Dia malu jalan sama aku ketika tahu tentang keluargaku. Yang lebih parahnya baru dua hari kami putus dia sudah punya pacar baru. Murahan..!” “jadi secara tidak langsung ini karena soal keluargamu?” Tanya Tania hati-hati.Mendengar pertanyaan Tania spontan Bani menatap lekat-lekat Tania dan sebentar kemudian tatapan itu berubah jadi kesinisan. “bukan keluargaku yang patut disalahkan tapi akulah yang harusnya disalahkan. Aku tidak bercermin dulu sebelum bercinta. Yah…beginilah jadinya. Aku terluka dan aku tidak tahu lagi masihkah ada orang yang benar-benar sayang aku” “kenapa tidak, akulah orang itu. Aku akan selalu setia menemanimu dan akan menjadi orang yang selalu ada bila kamu butuhkan” “dulu…dulu banget Hera juga bilang seperti itu.
Tapi apa nyatanya? Dia meninggalkanku. Aku tidak ingin membuatmu seperti Hera, yang bertebal muka hanya untuk menahan malu karena aku.” Papar Bani yang semenit kemudian beranjak meninggalkan Tania. “Ban kamu salah. Aku bukan seperti itu, aku sama sekali tidak malu untuk bersahabat denganmu.” Jelas Tania berteriak, namun bani seolah tak mendengar kalimat-kalimat yang diucapkan Tania.Bani dengan cuek menancap gas motornya meninggalkan arena rumah Tania. Pelan namun pasti ada yang turun lembut membelai pipi Tania. Ucapan Bani tentang semua itu membuat batin Tania tersayat. Betapa dari dulu Tania selalu sayang Bani bahkan dalam dua setengah tahun persahabatannya menumbuhkan rasa cinta yang harus terpaksa Tania simpan dalam-dalam. Tania benar-benar terpesona dengan Bani yang bersikap tenang dan supel walaupun sebenarnya Bani menyimpan luka dan perih yang mendalam. Lima tahun yang lalu papa dan mamamya resmi bercerai. Dina adiknya ikut mamanya sedangkan bani sendiri ikut papanya. Sakit hati Bani tidak hanya sampai pada keretakan ikatan antara papa dan mamanya, tapi ketika dia tahu kabar santer di luar sana. Papanya sedang menjalin kasih dengan seorang penyanyi dangdut yang bertitle telah bersuami. Sedangkan mamanya telah menjadi istri simpanan seorang pejabat kaya. Dan yang lebih tragisnya Dina adiknya yang masih duduk di bangku SMU harus menjadi cewek panggilan demi pelampiasan pada figure mamanya. Tania sakit memikirkan itu semua. Kagum dan salut dia pada Bani yang tetap tegar padahal itu semua terlalu berat untuk ukuran manusia semuda Bani. Nyatanya Bani mampu melaluinya. Dia tidak terjerumus pada miras ataupun narkoba. Sungguh… Tania benar-benar tulus mencintai Bani dan tak pernah sedikitpun terfikirkan bahwa dia malu denga kehidupan Bani.
Langit masih biru dan awanpun masih tetap putih ketika Tania sampai di rumah sakit. Sepanjang koridor rumah sakit tak sedikitpun air mata Tania yang berhenti tertumpah. Dan air mata itu menjadi semakin deras ketika pintu dibukanya lambat, sesosok wajah dengan mata sayu terpejam diantara selang infus dan tabung oksigen. Di jidat mulusnya terpasang perban putih yang melingkar dengan rapihnya. Kecelakaan telah membuat Bani sekarat. Ya..semalam setelah kepulangannya dari rumah Tania motor Bani bertubrukan dengan panter hijau tua. Motor Bani remuk dan syukurlah Tuhan masih menyayanginya dengan membiarkannya tetap bernafas. Dengan langkah gontai Tania menghampiri Bani. Dia duduk di kursi sisi ranjang Bani. Di tatapnya wajah kusut Bani. Ada keputusasaan di sana. Tania ingin menjadi bagian dari duka itu dengan menjadi sahabatnya. Walaupun kadang dia inguin yang lebih. Menjadi pacar Bani tentunya., tapi itu mustahil. Tania hanya tahu di benak Bani dirinya hanya berpredikat sebagai sahabat.
Kecut Tania memikirkan itu semua. Merasakan cinta yang hanya bertepuk sebelah tangan. Mungkin cuma dengan menjadi seorang sahabat Tania bisa mendapatakan kebahagiaan serta kehangatan cinta meskipun bukan cinta untuk seorang kekasih. Sedang Tania sendiri tidak mempermasalahkan untuk memberikan cinta dan kasih sayang yang tulus untuk Bani. Persahabatan baginya lebih dari segala-galanya. Tania hanya memandangi wajah kusut Bani dengan mata berkaca, sampai mata Tania terpejam. Dia dengan tulus menemani Bani selama berjam-jam yang terbaring tak sadarkan diri. Dan semalamanpun terlewati Tania bersama Bani. Tania tertidur di sisi ranjang Bani sampai pagi menjelang. Ada senyum kecil yang menghiasi bibir Bani ketika matanya terbuka. Dilihatnya wajah ayu Tania yang tertidur pulas karena kecapaian. Dan tak jemu-jemunya Bani memperhatikan kecantikan wajah Tania yang tentu secantik hatinya pula. Beruntung Bani memiliki sahabat sebaik Tania yang selalu ada bila dia butuhkan, ya…walaupun kadang dia ingin yang lebih dari sekedar sahabat. Menjadi seseorang yang teramat berarti bagi Tania, yang setia dan selalu bersama selamanya. Tapi Bani selalu malu jika harus mengungkapkan isi hatinya yang jujur. Tania terlalu sempurna untuk dirinya. Ketika batinnya rapuh dan dirinya sekarat Tanialah orang pertama yang benar-benar peduli padanya. Seperti saat itu. Keinginannya untuk melihat keluarganya ketika siuman hanya mimpi belaka. Justru Tanialah orang asing tapi terdekat yang paling peduli padanya bukan orang dekat tapi terasing. “I love you Tan…” desis Bani lirih.
Bani hanya bisa mengungkap itu semua dalam kesunyian ketika mata dan telinga Tania terlelap. “aku pernah punya mimpi untuk dapat memilikimu Tan, tapi aku selalu mengandaskannya ketika kuingat siapa aku. Pantaskah aku memilikimu yang terlalu sempurna untuk ukuran cewek. Biarpun kamu tidak akan pernah tahu betapa aku teramat mencintaimu, aku cukup bahagia dengan bersamamu.” Papar Bani lagi. Mata Tania masih terpejam ketika Bani mengungkapkan kalimat itu. Tak ada yang tahu selain dia, Tuhan dan tembok Rumah sakit tentang rahasia hatinya. Kepribadian Tania yang indah.. sindah birunya langit dan kelembutan hati Tania yang seputih awan membuat Tania begitu special di hatinya. Walaupun dia pernah memiliki Hera, namun kedudukan Tania tak kan pernah tergantikan oleh gadis manapun termasuk juga oleh Hera.

1 komentar:

Noor Rabiah Dallek mengatakan...

cinta terpendam dong ceritanya???
aku dulu sih pernah juga but biasa2aja tuhh!! maklum baru cinta monyet heee....
jangan dipendam22 nanti tambah banyak jerawatnya...